Aku merasa aku termasuk orang yang beruntung, dilahirkan di keluarga yang sederhana dan dibesarkan dilingkungan yang nyaman untuk anak-anak (sesuai postingan yang ini ). Mungkin karena berada di lingkungan yang nyaman, aku merasa cepat sekali belajar atau menangkap sesuatu. Saat TK aku sudah bisa membaca dengan lancar, untuk ukuran jaman dulu bisa baca sebelum masuk SD itu luarr biasa (*duh jadi ketauan dech kecilnya taun berapa :D). Saat TK dan SD aku menjadi kesayangan guru. Dari kelas satu sampai kelas 6, predikat ranking satu tidak pernah luput dari tanganku. Saat mengambil raport, ibu ku selalu pulang dengan bingkisan. (Di sekolahku dulu yang rangking 1, 2 dan 3 dapat kado dari bu Guru). Begitu juga di TPA (sekolah ngaji), aku selalu diikutkan dalam berbagai lomba. Istilahnya, akulah si anak pintar.
Hal ini masih berlanjut sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku lulus SD dengan nilai yang memuaskan. Dengan nilai itu aku masuk ke SMP yang lumayan bergengsi. Sempat agak minder karena teman-teman baruku di SMP NEM nya lebih tinggi dari aku. Tapi ternyata rangking di kelas masih jadi langgananku, rangking 3 sudah paling jelek buatku. Aku masih jadi kesayangan guru-guru. Bahkan sempat menjadi juara di sekolah, tidak hanya di kelas.
Prestasi disekolah itu membuat aku merasa sedikit sombong, sampai kala itu sempat terfikir "bosen ya rangking satu terus, kayak ga ada tantangan"
Aku lulus SMP juga dnegan nilai yang memuaskan, dengan nilai itu aku
bisa masuk Sekolah Unggulan di Jakarta. Hanya dua orang di sekolahku
yang bisa masuk sekolah itu. Saat itu rasanya puas banget. Selain itu, kelas-kelas ini diurutkan berdasarkan NEM, dan saat itu aku masuk ke kelas urutan ke tiga dari tujuh kelas, yang artinya NEM ku lumayan bagus.
Ternyata sekolah di sekolah unggulan itu memang tidak mudah, kami masuk pukul 6.45 dan pukul 3.30 sore. Saat sekolah lain mungkin sudah tutup, sekolah kami baru pulang. Bahkan saat terdapat peraturan bahwa siswa di Jakarta sekolah 5 hari kerja, sekolah kami memutuskan pulang pukul 4 sore. Pelajarannya juga menurutku lebih berat *perasaanku aja kali ya. Saat itu entah kenapa, aku merasa susah banget menerima pelajaran. Aku mendapat nilai-nilai yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Bayangkan, aku pernah mendapatkan nilai "1" di kertas ulanganku. Sepertinya nilai itu diberikan guruku sebagai "upah nulis", karena jawabanku salah semua..haha...*miris ya
Ternyata inilah jawaban Allah atas kesombonganku. Di sekolah ini aku disadarkan, bahwa masih banyak yang lebih pintar dari aku. Dulu, aku sampai bosan menjadi juara kelas. Ternyata di sekolah ini aku bahkan tidak pernah merasakan menjadi juara kelas.
Tapi disinilah aku menjadi sadar, tidak semua yang diatas itu akan selalu berada diatas, aku menjadi sadar bahwa masih banyak yang lebih baik dari aku.
Alhamdulillah, Allah SWT masih sangat sayang padaku. Dia tidak mengijinkan aku menjadi manusia yang sombong.
Alhamdulillah yha.. masih diberikan hikmah oleh Alloh,,
BalasHapusPersis seperti saya ceritanya heheh.. saya juga pernah kayak gitu. Dari kelas 1-2 SMPRangking 3 besar. pas kelas 2 pernah merasa bosan dan masuk ke kelas unggulan.. tapi eh..ternyata di kelas 3 saya gak masuk rangking sama sekali
Salam Kenal yha.. :)
Terimakasih sudah berkunjung...iya, Alhamdulillah banget. Mungkin kalo ngga pernah merasakan ga rangking kelas, akan jadi sombong luar biasa... :)
BalasHapusterima kasih sudah mengingatkan untuk jauh2 dari sifat yang satu ini ;)
BalasHapusmakasih sudah meramaikan GA perdanaku mbak ;)