Senin, 19 Agustus 2013

Lampion, Telor Merah dan Angpau :)

Momen ramadhan dan lebaran selalu mengingatkan aku akan indahnya masa kecilku. Dari sejak awal puasa, sampai saat Sholat Ied, semuanya menjadi saat-saat yang selalu menyenagkan untuk dikenang. Kali ini pengen cerita tentang momen lebaran.

Aroma lebaran sudah terasa sejak malam takbiran. Masjid yang terletak tidak jauh dari rumahku, membuat suara takbir terdengar sangat jelas. Terasa syahdu saat mendengarnya dan aura kemenangan pun menelusup hingga ke sanubari.



Yang menjadikan malam takbiran selalu menyenangkan bagiku saat itu, salah satunya karena ada takbir keliling. Setelah sholat isya, aku (yang waktu itu masih piyik), sudah mulai bersiaap-siap berkumpul di masjid untuk mengikuti takbir keliling. Panitia sudah heboh, mendata peserta yang ikut, menyiapkan dan merapikan seragam kami, menyiapkan lampion yang mau dibawa, tidak lupa kakak-kakak panitia menyiapkan makanan ringan dan obat-obatan yang mungkin diperlukan. Maklum yang ikut takbiran keliling masih krucil-krucil jadi harus disiapkan segala seuatunya.. :D. Padahal seingatku, selama mengikuti takbir keliling ini, kami belum pernah menang..haha..tapi kami tetap semangat untuk selalu mengikuti takbir keliling ini. Menang ngga menang yang penting seru.

Karena ada kegiatan takbir keliling ini, kami (aku dan kakak-kakakku) tidak mau pergi ke rumah nenek sebelum lebaran. Kami tidak ingin ketinggalan moment menyenangkan ini, setahun sekali gitu lho. Ada kepuasan tersendiri saat mengikuti kegiatan ini. Setelah sebelumnya kami menyiapkan segala sesuatunya (seragam yang akan dipakai, lampion, latihan berbaris, dll), rasanya tidak mungkin kami tidak mengikutinya. Belum lagi saat semua peserta takbir keliling dari berbagai masjid sudah berkumpul di Lapangan, kami bisa melihat berbagai macam bentuk lampion, indah banget. Ada juga yang menggunakan obor, tapi kebanyakan peserta menggunakan lampion, selain bisa didesain dengan lebih menarik, anak-anak lebih aman membawanya. Hmmm...jadi kangen pengen liat lampion lagi di malam takbiran. Oh iya, ternyata kegiatan ini sampai sekarang masih ada lho (sesuai cerita kakakku saat berkunjung kesana kemarin). Jadi buat yang penasaran, seperti apa takbiran keliling ala krucil ini, monggo datang saja ke Jogja..

Tjerita Hari Raya berlanjut di pagi harinya. Kami beramai-ramai mengikuti sholat Ied di lapangan, tidak terlalu jauh dari rumah, cukup berjalan kaki. Tapi untuk ukuran kaki kecilku saat itu, perjalanan ke lapangan itu sangat jauh, ditambah lagi kami harus membawa tikar sebagai alas sholat. Jadi berasa sesuatu deh... :D. Nah di tempat sholat itu, setiap lebaran selalu ada penjual telor merah. Karena tidak ada foto jadi dideskripsikan saja. Telor merah : Telor rebus yang ditusuk dengan lidi, dengan kulit telornya berwarna merah –sampai sekarang ngga tau kok bisa gitu- , terus dihias dengan kertas krep. Yah gitu lah pokoknya. Aku selalu tertarik untuk membelinya, maklum anak-anak, sesuatu yang berwarna cerah selalu menarik. Tapi ibuku tidak pernah mengijinkannya, kata ibuku “Itu telor rebus biasa ndhuk”.  Tapi ya namapun anak-anak, kalau belum kesampaian masih penasaran. Sampai suatu hari, selesai sholat Ied, ibuku mengijinkan aku membelinya. Dan ternyata benar, setelah dikupas kulitnya yang merah itu, isinya ya telor rebus biasa...hahaha...dan penontonpun kecewa.

Selanjutnya, setelah Sholat Ied, kami bersiap-siap ke rumah simbah (red:nenek) dari pihak Ibuku. Simbahku tinggal di Sleman, sedangkan aku saat itu tinggal di kota Yogya. Perjalanan ke rumah nenek kami lakukan dengan menggunakan bus. Sebenernya tidak terlalu jauh,tidak sampai satu jam tapi untuk ukuran kami yang masih kecil ini, perjalanan busnya terasa lama sekali. Jadi sebelum pergi, ibuku repot menyiapkan segala jenis makanan ringan untuk dimakan selama perjalanan. Belum lagi ada seorang kakakku yang selalu mual jika naik bus, jadi ibuku harus menyediakan permen yang cukup banyak supaya kakakku tidak mual. Ibuku tidak memasak ketupat di rumah, karena nanti kita akan makan ketupat di rumah simbah.
Sampai di rumah simbah, acaranya seperti biasa, acara sungkeman. Kalo kami yang masih krucil-krucil ini, cuma cium tangan sama simbah. Nah kalo Ibu, Bapak dan saudara-saudara ku yang lebih tua melakukan sungkeman. Dulu, aku sampai bertanya sama Ibuku, “emang kalo sungkeman ngomong apa siy bu, kok bisa lama?”..pikiran anak kecil emang polos ya. Padahal setelah aku dewasa, terjawab sudah, ternyata kita bisa otomatis sungkeman dan mengungkapkan apa yang ingin kita sampaikan ke simbah...
Karena keluarga dari pihak Ibuku merupakan keluarga besar (Ibuku 7 bersaudara), rumah simbah saat lebaran jadi rame banget. Seru rasanya.

Di keluarga besar kami, sudah menjadi tradisi saat lebaran, pihak yang lebih muda akan mengunjungi pihak yang lebih tua, jadi pada saat lebaran kami bisa bertemu dengan orang yang sama berkali-kali. Misalkan, adek dari simbah datang ke rumah simbah untuk  berhari raya. Otomatis kami yang sedang menginap di rumah simbah juga bertemu dengan adek simbah tersebut. Tapi kami tetap berkewajiban berkunjung ke rumah adek simbah. Karena kami yang lebih muda. Tradisi saling berkunjung tersebut menyebabkan Hari Raya di kampung simbah masih terasa ramai sampai seminggu. Tapi sejak aku mulai agak besar, tradisi seperti itu sepertinya mulai berkurang, hanya di lingkungan keluarga saja masih seperti itu, tapi jika yang hubungan kekeluargaanya tidak terlalu dekat sudah tidak terjadi lagi kegiatan saling berkunjung. Padahal kan seru ya, kapan lagi kita saling berkunjung. Karena kadang kita merasa memerlukan suatu alasan untuk mengunjungi seseorang. Walaupun tidak harus selalu seperti itu.

Dan...tentu saja yang paling menyenangkan saat Hari Raya bagi anak-anak itu, mendapat banyak Tunjangan Hari Raya (red : angpau), hehehe

“Tulisan ini diikutkan dalam Tjerita Hari Raya yang diselenggarakan oleh @leutikaprio.”

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

© haafidhanita-forever in love, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena